Tiga Babak di Bulan Ramadan
Jika kita sebagai seorang muslim maka kita wajib menunaikan rukun islam yang ke-4 yakni puasa pada bulan ramadhan. Pada bulan ini banyak sekali kegiatan yang mudah kita lakukan untuk mendapat pahala dan rahmat dari Allah SWT. Apabila kita melaksanakanya maka kita akan mendapatkan pemberian (minnah) dari Allah SWT yang membawa kenikmatan didunia maupun diakhirat. Maka dari itu marilah melaksanakan apa yang telah diperintahkan dan berlomba-lomba berbuat dalam kebaikan lebih-lebih dalam bulan ramadhan ini bulan yang penuh dengan amalan-amalan yang banyak serta keberkahan dan pemberian dari Allah SWT atas umatnya yang taat dengan perintahnya.
Bulan Ramadhan itu terbagi menjadi 3 babak; Babak penyisihan, babak semifinal dan babak final. Babak penyisihan berada pada 10 hari pertama, babak semifinal berada pada 10 hari kedua dan babak final pada 10 hari yang terakhir. Apakah kita semua ini bisa sampai babak final atau hanya sampai babak penyisihan?. Dan ada beberapa keberkahan dan pemberian dari Allah SWT yang dapat kita rasakan kemanfaatanya. Adapun beberapa tanggung jawab yang harus kita lakukan untuk menjalani kegiatan dalam bulan ramadhan ini.
Pada babak penyisihan (10 hari pertama) ini, Allah SWT memberikan Rahmat, dan pada babak semifinal nanti, Allah SWT akan memberikan Maghfirah (ampunan), sedangkan pada babak final, Allah SWT akan membebaskan kita dari siksa neraka. Karena kita masih berada dalam babak penyisihan, maka kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan Rahmat. Dalam 10 hari pertama ini, kalau puasa kita sudah beres, maka kita akan memperoleh Rahmat. Ukuran puasa yang sudah beres adalah ketika seseorang sudah mampu memenuhi syarat dan rukun puasa serta beres tingkah lakunya. Jadi, dia tidak makan maupun minum, tidak melanggar larangan-larangan Allah SWT dan senantiasa memperbaiki tingkah lakunya. Itulah yang disebut dengan puasa yang sudah beres. Puasa yang beres ini bisa mendatangkan Rahmat. Rahmat adalah pemberian Allah SWT yang mengakibatkan kenikmatan yang sesungguhnya. Tidak semua pemberian Allah SWT berakhir dengan kenikmatan. Misalnya; Banyak orang diberi kekayaan, namun dia hancur dengan kekayaannya. Berarti dia diberi suatu pemberian oleh ALLAH SWT, akan tetapi pemberian tersebut tidak menjadi Rahmat baginya. Jadi, Rahmat adalah kenikmatan yang sesungguhnya, bukan kenikmatan yang palsu.
Contoh pemberian yang tidak mendatangkan Rahmat antara lain:
1. Orang diberi kepandaian sampai menjadi seorang sarjana hukum, selanjutnya dia menjadi orang hukuman. Hal ini berarti dia telah diberi ilmu, akan tetapi tidak diberi Rahmatnya ilmu;
2. Orang diberi pangkat yang tinggi, namun karena mungkin dia memperoleh pangkat itu dengan cara yang ngawur, maka pangkat itu membuatnya berakhir dengan kesedihan;
3. Banyak pembagian harta waris yang berakhir dengan pertikaian keluarga dan saling tuntut-menuntut di pengadilan.
Jadi, yang dimaksud dengan pemberian Rahmat pada 10 hari pertama adalah kita diberi sebuah pemberian yang bermanfaat dan membawa berkah. Misalnya; Kita bekerja di pasar, kemudian menghasilkan uang, meskipun uang yang yang dihasilkan itu sedikit, namun bisa membuat kita kenyang dan halal. Kita dianugerahi seorang anak, kemudian anak kita berbakti kepada orang tua. Atau anak tersebut diberi ilmu, sehingga dia menjadi orang yang shalih karena ilmunya.
Pemberian dari Allah SWT disebut dengan minnah (pemberian). Jika minnah tersebut membawa kenikmatan di dunia dan akhirat, maka minnah itu berubah menjadi Rahmat. Jangan dibayangkan, pemberian Rahmat pada 10 hari pertama ini bukan berarti memperoleh rezeki yang gelundungan (mendadak), akan tetapi Rahmat dalam artian bahwa apa yang sudah kita miliki, akhirnya menjadi sesuatu yang membawa manfaat dan barokah. Contoh pemberian yang bukan merupakan Rahmat adalah seseorang diberi harta yang melimpah, namun harta itu dihabiskan dalam sekejap oleh anak-anaknya atau digunakan berobat oleh istrinya yang terkena kanker, sehingga dia sendiri tidak lagi merasakan kenikmatan hidup.
Prof Dr. Kasuwi Saiban, M.Ag : STAI Ma'had Aly Al-Hikam Malang Low Cost High Quality
Setiap Rahmat mengandung tanggung jawab. Itulah letak perbedaan antara minnah dan Rahmat. Minnah yang tidak disertai rasa tanggung jawab akhirnya mengakibatkan pemberian itu menjadi sia-sia belaka. Namun jika minnah itu disertai tanggung jawab, maka statusnya berubah menjadi Rahmat. Jadi, Rahmat selalu menuntut tanggung jawab. Rahmat menuntut tanggung jawab dalam dua hal, yaitu dari mana kita memperoleh Rahmat itu dan bagaimana kita menggunakannya. Contoh tanggung jawab yang pertama adalah: Dari mana kita memperoleh seorang istri?. Dari mana kita memperoleh ilmu agama, dan Dari mana kita memperoleh rezeki hari ini?.
Tanggung jawab yang kedua adalah bagaimana kita menggunakan Rahmat tersebut. Jika tanggung jawab yang pertama sudah salah, maka tanggung jawab yang kedua sudah pasti salah. Akan tetapi jika tanggung jawab yang pertama sudah benar, belum tentu tanggung jawab yang kedua ikut benar. Contoh: Tukang becak memperoleh uang dari hasil keringatnya sendiri, namun uang tersebut digunakan untuk berjudi. Jadi, dia memperoleh uang dengan cara yang benar, akan tetapi dia salah dalam penggunaannya. Rahmat dicabut oleh ALLAH SWT ketika kedua tanggung jawab di atas tidak dipenuhi. Pelaksanaan tanggung jawab yang kedua di atas memang berat. Misalnya; Kita mempunyai harta melimpah, lalu harta itu kita gunakan untuk keperluan apa?. Apakah untuk membayar zakat, shadaqah, menyekolahkan anak, atau hanya untuk berfoya-foya?. Tanggung jawab seperti ini tidak hanya berlaku pada harta benda saja, akan tetapi juga berlaku pada ilmu, jabatan, kesehatan, dll. Kesimpulannya, semua Rahmat senantiasa menuntut tanggung jawab.
)* Artikel ditulis oleh NUZULUL FAUZIAH (Mahasiswa jurusan PAI, penerima beasiswa STAI Mahad Aly Al-Hikam Malang)