Mengenang Pemaparan Abah Hasyim Muzadi tentang Pancasila




Mengenang Pemaparan Abah Hasyim Muzadi tentang Pancasila setahun yang lalu

Paparan tentang penguatan dan pengembangan Pancasila di Kampus UGM, Jogjakarta pada peringatan Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2016 jam 09.00-11.30 WIB
Caption:

1. Umat Islam Indonesia memerlukan waktu kurang lebih 40 tahun (1945-1984), guna mencari hubungan agama dan Pancasila sehingga agama Islam dapat menetapkan sebagai ideologi negara yang tidak bertentangan dengan agama sebagai wahyu samawi. Sebelumnya terjadi pertentangan keras seperti yang diwujudkan secara militer oleh DI-TII, Kahar Muzakar, PRRI/Permesta dan pertentangan konstitusional seperti yang terjadi di Sidang Konstituante. Di sisi lain terjadi dua pemberontakan PKI tahun 1948 Dan 1965 sebagai wujud upaya penggantian Pancasila dengan ideologi komunis.

2. Perjuangan yang panjang dan melelahkan, bahkan membawa korban ini; janganlah dicederai lagi pada zaman reformasi. setelah NU menetapkan Khittah 1984 yang kemudian diikuti oleh ormas dan umat Islam yang lain.

3. Setelah selesainya perang dingin antara barat dan timur (1992), dalam kenyataannya barat dan Timur mulai menggarap dunia Islam. Selanjutnya setelah dimulainya perang melawan terorisme (mulai 2001) antara barat dan Timur tengah, berketepatan pula dengan amandemen UUD 1945 sebanyak 4 kali yang sangat berpengaruh terhadap posisi Pancasila.

4. Pada era reformasi ini, masuk secara deras ekstrim kiri (neo-komunisme) dan gerakan trans-nasional (yang membawa ajaran agama menyatu dengan sistem politik dari negara asalnya) yang tentunya tidak selalu sesuai dengan Pancasila dan NKRI.

5. Agar terjadi penguatan dan pengembangan Pancasila perlu ada rekonstruksi kembali tata penyelenggaraan negara yang bersumber dari Pancasila.

6. Dalam hal ini diperlukan penyadaran civil society untuk mendorong terjadinya penguatan terhadap Pancasila baik melalui jalan konstitusi, hukum, ekonomi, persatuan Indonesia, dan keadilan sosial. Aspirasi civil society itu dapat dimajukan sebagai kekuatan moral terhadap langkah penyelenggaraan negara.